Field trip. (n)
Field = lapangan
Trip = perjalanan
adalah kegiatan kunjungan ke lapangan, yang bertujuan untuk
melihat secara hal-hal yang selama ini dipelajari di ruang kelas.
Hai! Rasanya sudah lama sekali tidak meng-update blog ini.
Nah kali ini gue punya posting tentang pengalaman hidup yang cukup membawa
beberapa perubahan di aspek kehidupan gue.
Kok bisa?
~reverse
to 7 months ago~
Kala itu, gue
dan beberapa temen seangkatan di jurusan merencanakan mengadakan field trip mandiri. Bermodalkan iseng
mengisi waktu luang di sela sela waktu UAS, sekaligus mempersiapkan diri
sebelum field trip resmi praktikum.
Satriyo, ketua angkatan kami, menjadi guide di hari itu. Dia sudah mengerti sekali
seluk beluk tempat geologi kece di
sekitaran Jogja.
Kami berkumpul
di Grha Sabha Pramana sebelum melakukan perjalanan. Tanpa memikirkan bagaimana
medannya, sejauh apa jarak tempuhnya, gue enjoy
aja make rok dan sepatu kets. Yang lain, kece dengan berbagai sepatu dan
pakaian bermerek R*i atau Ei*er nya. Ada juga yang bermodal plus plus, semua
alat geologi dia punya. Mulai dari palu untuk batuan beku, batuan sedimen,
kamera anti air, head lamp, bahkan
jas hujan seharga 500 ribu. Modal sekali dia.
Sebelum
berangkat, kami berdoa terlebih dahulu agar perjalanan kali ini lancar. Selepas
berdoa, kami menaiki motor masing-masing dan bersiap-siap.
“Mel, kamu boncengan sama Via?”
“Iyaa”.
“Sama cowo aja yaa? Kasian lhoo jauh ntar
perjalanannya”
“Ngga deh, masih kuat kok. Ntar aja kalo
udah capek”.
“Selagi masih
bisa nyetir sendiri, kenapa harus diboncengin cowo”.
Saat kami semua
sudah siap berangkat, ternyata teman kami yang paling bermodal tadi, lupa membawa
helm. Akhirnya sekitar 3 motor dari kami mencari helm, sekaligus menambal ban.
Sempat terbesit dalam pikiran “Apa ganti celana aja ya, kayaknya ribet deh pake
rok”. Namun sayang, gumaman ini gue hirauin karna sebuah “prinsip”.
Setelah kami
semua siap, kami pun berangkat menuju tempat field trip pertama. Di perjalanan,
kami terpisah menjadi 2 rombongan. Rombongan Satriyo dan
rombongan-yang-tersesat. Di sela sela saat kami berpisah, badan gue mulai
lelah. Gue titipin temen yang tadi gue bonceng, sebut saja namanya Via,
ke yang boncengan di motornya kosong. Setelah berputar-putar hingga
berkilo-kilo meter, kesasar, dan tak tentu arah, akhirnya kami menemukan tempat
field trip kami juga.
Tempat pertama
yaitu daerah Watu Adeg, Berbah, Sleman. Daerahnya hanya berupa pinggir sungai,
dimana sisi barat ada batuan beku, dan di sisi timur ada batuan sedimen. Disana
kami diajarin gimana bisa beda bentuk batuan dalam padahal ada di satu daerah,
gimana ngukur pelapisan batuan sedimen, dll. Setelah puas dengan materi dan
berfoto-foto, kami naik ke tempat yang lebih tinggi namun tak jauh dari situ.
Medan yang kami lalui terjal banget, banyak bongkahnya, dan berpasir. Awalnya gue
dan motor F*t tahun 2006 gue terasa cukup jago melewati medan tersebut. Di
lokasi kedua itu, kami ngeliat batuan piroklastik, hasil letusan eksplosif dari
gunung api.
Foto lokasi 1. (abaikan komuk temen-temen gue). Di bagian seberang ada batuan sedimen. Di tempat yang kami injak ada bekas aliran lava yang sudah membatu |
Setelah puas dengan lokasi dua, kami caw menuju
lokasi 3. Sebelum itu, kami berhenti di balai desa setempat dan membeli
beberapa makanan dan minuman di Indoma***. Setelah lapar dan dahaga cukup
terobati, kami melanjutkan perjalanan.
Perjalanan
terasa biasa saja. Perkotaan, dengan jalanan relatif datar. Hingga akhirnya
kami memasuki suatu bukit dimana lembah bukitnya masih menanjak kecil
elevasinya. Temen gue yang bermodal tadi, sebut saja Daniel, dibonceng sama
Zharfan. Mereka berdua sama-sama memiliki ukuran tubuh diluar rata-rata.
Gendut, jahatnya . Motor mereka tak sanggup untuk menaiki jalanan yang mulai
menanjak. Makanya, Daniel turun dari motor dan jalan pelan-pelan. Gue yang ada di
paling belakang, enggak sengaja hampir menabrak Daniel. Karena gak tega hampir nabrak
dan gak tega ninggalin mereka tertinggal di belakang, gue nyetir mengiringi
mereka.
“Niel, udah naik ke motor aja nge-gas nya
pelan-pelan”
“Udah gue jalan kaki aja gapapa kok”
“yakali capek lah jauh kali ke atasnya”.
“Udah gapapaa”
“Dah, sini tas lapangan lu gua bawa, motor
gua kosong juga kan boncengannya. Yuk pelan pelan gasnya. Gua temenin deh”
Akhirnya, tas
lapangan Daniel gue yang bawa, trus kami nge-gas motor pelan-pelan. Lama
kelamaan jalanan makin menanjak dan berkelok. Hingga akhirnya sampai pada suatu
tanjakan-tikungan yang berberlok ke kiri dengan cukup curam. Karna nanjak,
gasnya gue tambah dan gue ngambil bagian yang paling kiri. Pas udah hampir sampe
puncak tikungan, rasanya gas motor gue gak mampu melawan gaya gravitasi bumi. Seketika
motor langsung mundur dengan begitu cepat, kayak lagi main perosotan. Gue coba tuh
rem sama tangan. Kaki gue juga turun buat mbantu ngeberhentiin. Nihil. Ga
berhasil. Dan..
Braaaakkkkk
Gue terjatuh
dan tak bisa bangkit lagi (beneran,
jangan sambil nyanyi bacanya haha). Gue terseret ke kiri sekitar beberapa
meter, dengan posisi terlentang. Kejadiannya begitu cepat! Cuma dalam hitungan
detik, sampe gak terasa apa yang terjadi. Pas badan gue berhenti, barulah semua
terasa sakit. Namun ada kayak ada sakit yang berbeda di tangan kiri. Sakiiiiiit
bangeet.
“astaghfirullah.. Aduuh.. Sakiiiittt” teriak
gue.
Cukup lama
hingga ada bapak-bapak datang menolong. Terdengar samar-samar, beliau seperti
mencoba memanggil temen-temen gue yang lain. Daniel mencoba menegakkan motor gue.
Gak lama kemudian temen temen gue dateng dengan suara –suara panik. Gue gabisa ngapa-ngapain selain merintih dan mendengar suara-suara panik mereka.
“Ayo Mbak bangun bisa kan coba pelan-pelan?”
*Nyoba bangkit*
“Nggak bisa Pak sakit banget yang sebelah
kiri”
*dipegang*tangannya aja kok*
“Oh ini cuma dislokasi Mbak gapapa kok,
dibawa ke *nyebutin nama tempat* aja nanti bisa sembuh kok. Jangan dibawa ke
rumah sakit blablabla”.
Cukup lama gue
tergeletak di jalan, hingga akhirnya temen temen gue memutuskan untuk mindahin
gue ke pinggir jalan. Karna gue gabisa bangun gegara tangan kiri sakit banget kalo
bergerak, akhirnya gue digotong beramai-ramai. Sayangnya, tangan kiri gue tidak
terlalu dipegang dengan benar. Setelah dipinggirkan, gue dikasih minum dan
ditenangkan sama yang lain. Cubanget, minuman temen gue yang dikasih itu tempat
minum yang disedot, yang casingnya lentur dan ada saluran sedotannya. Jadi
berasa ngedot-ngedot-lucu gitu (?)
Cuacanya terik
pake banget! Gilak kerasanya tuh kek dijemur di padang pasir. Mana sakit pula :”)
Saat jatuh gue merasa alim gimana gitu (?) Gue mengucap lafadz Allah dan terus2
berdzikir #tsaah. Setelah menunggu cukup lama, datang Ardin yang membidai gue
agar tak terjadi pergerakan signifikan. Doi ngebidai pake buku dan kain kain
untuk bidai sederhana. Selagi menunggu mobil yang bisa mengangkut gue ke RS, gue
dipindah ke masjid terdekat agar tidak kepanasan.
Tak lama setelah
gue ditaruh di masjid, mobil pick up
bak terbuka datang. Gue dibopong, dengan posisi badan yang dimiringkan ke para
pembopong. Gue diletakkan di bak pick up, lalu mobil bergerak menuju Rumah Sakit
terdekat. Satriyo dan Ardin ikut di pick up, yang lain ngurusin motor dan
barang2 gue.
Rumah Sakit erdekat
dari lokasi itu terasa sangaaaaaaat jauh. Ternyata, RS nya ada di beda kota.
Perlu rumah sakit besar, yang kemungkinan dokter tulangnya ada. Udah jauh, pick
up nya kan kebuka, ya matahari langsung nyengat badan gue gitu :” Si Ardin sama
Satriyo langsung nutupin pake jaket2 temen2.
Dan pas nyampe
rumah sakit (pertama)……….
Bersambung
ke #2