Sabtu, 20 Juni 2015

Fieldtrip Berbesi Gipsum #1


 Field trip. (n)
Field = lapangan
Trip = perjalanan
adalah kegiatan kunjungan ke lapangan, yang bertujuan untuk melihat secara hal-hal yang selama ini dipelajari di ruang kelas.

Hai! Rasanya sudah lama sekali tidak meng-update blog ini. Nah kali ini gue punya posting tentang pengalaman hidup yang cukup membawa beberapa perubahan di aspek kehidupan gue.

Kok bisa?

~reverse to 7 months ago~

Kala itu, gue dan beberapa temen seangkatan di jurusan merencanakan mengadakan field trip mandiri. Bermodalkan iseng mengisi waktu luang di sela sela waktu UAS, sekaligus mempersiapkan diri sebelum field trip resmi praktikum. Satriyo, ketua angkatan kami, menjadi guide di hari itu. Dia sudah mengerti sekali seluk beluk tempat geologi kece di sekitaran Jogja.
Kami berkumpul di Grha Sabha Pramana sebelum melakukan perjalanan. Tanpa memikirkan bagaimana medannya, sejauh apa jarak tempuhnya, gue enjoy aja make rok dan sepatu kets. Yang lain, kece dengan berbagai sepatu dan pakaian bermerek R*i atau Ei*er nya. Ada juga yang bermodal plus plus, semua alat geologi dia punya. Mulai dari palu untuk batuan beku, batuan sedimen, kamera anti air, head lamp, bahkan jas hujan seharga 500 ribu. Modal sekali dia.
Sebelum berangkat, kami berdoa terlebih dahulu agar perjalanan kali ini lancar. Selepas berdoa, kami menaiki motor masing-masing dan bersiap-siap.

“Mel, kamu boncengan sama Via?”
“Iyaa”.
“Sama cowo aja yaa? Kasian lhoo jauh ntar perjalanannya”
“Ngga deh, masih kuat kok. Ntar aja kalo udah capek”.

Diyan, salah satu temen gue, nanya kek gitu sekitar 2 kali selama persiapan keberangkatan. Dan jawaban gue masih sama. Enggak. Ya di kala itu masih straight banget sama prinsip.

“Selagi masih bisa nyetir sendiri, kenapa harus diboncengin cowo”.

Saat kami semua sudah siap berangkat, ternyata teman kami yang paling bermodal tadi, lupa membawa helm. Akhirnya sekitar 3 motor dari kami mencari helm, sekaligus menambal ban. Sempat terbesit dalam pikiran “Apa ganti celana aja ya, kayaknya ribet deh pake rok”. Namun sayang, gumaman ini gue hirauin karna sebuah “prinsip”.
Setelah kami semua siap, kami pun berangkat menuju tempat field trip pertama. Di perjalanan, kami terpisah menjadi 2 rombongan. Rombongan Satriyo dan rombongan-yang-tersesat. Di sela sela saat kami berpisah, badan gue mulai lelah. Gue titipin temen yang tadi gue bonceng, sebut saja namanya Via, ke yang boncengan di motornya kosong. Setelah berputar-putar hingga berkilo-kilo meter, kesasar, dan tak tentu arah, akhirnya kami menemukan tempat field trip kami juga.
Tempat pertama yaitu daerah Watu Adeg, Berbah, Sleman. Daerahnya hanya berupa pinggir sungai, dimana sisi barat ada batuan beku, dan di sisi timur ada batuan sedimen. Disana kami diajarin gimana bisa beda bentuk batuan dalam padahal ada di satu daerah, gimana ngukur pelapisan batuan sedimen, dll. Setelah puas dengan materi dan berfoto-foto, kami naik ke tempat yang lebih tinggi namun tak jauh dari situ. Medan yang kami lalui terjal banget, banyak bongkahnya, dan berpasir. Awalnya gue dan motor F*t tahun 2006 gue terasa cukup jago melewati medan tersebut. Di lokasi kedua itu, kami ngeliat batuan piroklastik, hasil letusan eksplosif dari gunung api.

Foto lokasi 1. (abaikan komuk temen-temen gue). Di bagian seberang ada batuan sedimen. Di tempat yang kami injak ada bekas aliran lava yang sudah membatu

Setelah  puas dengan lokasi dua, kami caw menuju lokasi 3. Sebelum itu, kami berhenti di balai desa setempat dan membeli beberapa makanan dan minuman di Indoma***. Setelah lapar dan dahaga cukup terobati, kami melanjutkan perjalanan.
Perjalanan terasa biasa saja. Perkotaan, dengan jalanan relatif datar. Hingga akhirnya kami memasuki suatu bukit dimana lembah bukitnya masih menanjak kecil elevasinya. Temen gue yang bermodal tadi, sebut saja Daniel, dibonceng sama Zharfan. Mereka berdua sama-sama memiliki ukuran tubuh diluar rata-rata. Gendut, jahatnya . Motor mereka tak sanggup untuk menaiki jalanan yang mulai menanjak. Makanya, Daniel turun dari motor dan jalan pelan-pelan. Gue yang ada di paling belakang, enggak sengaja hampir menabrak Daniel. Karena gak tega hampir nabrak dan gak tega ninggalin mereka tertinggal di belakang, gue nyetir mengiringi mereka.

“Niel, udah naik ke motor aja nge-gas nya pelan-pelan”
“Udah gue jalan kaki aja gapapa kok”
“yakali capek lah jauh kali ke atasnya”.
“Udah gapapaa”
“Dah, sini tas lapangan lu gua bawa, motor gua kosong juga kan boncengannya. Yuk pelan pelan gasnya. Gua temenin deh”

Akhirnya, tas lapangan Daniel gue yang bawa, trus kami nge-gas motor pelan-pelan. Lama kelamaan jalanan makin menanjak dan berkelok. Hingga akhirnya sampai pada suatu tanjakan-tikungan yang berberlok ke kiri dengan cukup curam. Karna nanjak, gasnya gue tambah dan gue ngambil bagian yang paling kiri. Pas udah hampir sampe puncak tikungan, rasanya gas motor gue gak mampu melawan gaya gravitasi bumi. Seketika motor langsung mundur dengan begitu cepat, kayak lagi main perosotan. Gue coba tuh rem sama tangan. Kaki gue juga turun buat mbantu ngeberhentiin. Nihil. Ga berhasil. Dan..

Braaaakkkkk

Gue terjatuh dan tak bisa bangkit lagi (beneran, jangan sambil nyanyi bacanya haha). Gue terseret ke kiri sekitar beberapa meter, dengan posisi terlentang. Kejadiannya begitu cepat! Cuma dalam hitungan detik, sampe gak terasa apa yang terjadi. Pas badan gue berhenti, barulah semua terasa sakit. Namun ada kayak ada sakit yang berbeda di tangan kiri. Sakiiiiiit bangeet.

“astaghfirullah.. Aduuh.. Sakiiiittt” teriak gue.

Cukup lama hingga ada bapak-bapak datang menolong. Terdengar samar-samar, beliau seperti mencoba memanggil temen-temen gue yang lain. Daniel mencoba menegakkan motor gue. Gak lama kemudian temen temen gue dateng dengan suara –suara panik. Gue gabisa ngapa-ngapain selain merintih dan mendengar suara-suara panik mereka.

“Ayo Mbak bangun bisa kan coba pelan-pelan?”
*Nyoba bangkit*
“Nggak bisa Pak sakit banget yang sebelah kiri”
*dipegang*tangannya aja kok*
“Oh ini cuma dislokasi Mbak gapapa kok, dibawa ke *nyebutin nama tempat* aja nanti bisa sembuh kok. Jangan dibawa ke rumah sakit blablabla”.

Cukup lama gue tergeletak di jalan, hingga akhirnya temen temen gue memutuskan untuk mindahin gue ke pinggir jalan. Karna gue gabisa bangun gegara tangan kiri sakit banget kalo bergerak, akhirnya gue digotong beramai-ramai. Sayangnya, tangan kiri gue tidak terlalu dipegang dengan benar. Setelah dipinggirkan, gue dikasih minum dan ditenangkan sama yang lain. Cubanget, minuman temen gue yang dikasih itu tempat minum yang disedot, yang casingnya lentur dan ada saluran sedotannya. Jadi berasa ngedot-ngedot-lucu gitu (?)
Cuacanya terik pake banget! Gilak kerasanya tuh kek dijemur di padang pasir. Mana sakit pula :”) Saat jatuh gue merasa alim gimana gitu (?) Gue mengucap lafadz Allah dan terus2 berdzikir #tsaah. Setelah menunggu cukup lama, datang Ardin yang membidai gue agar tak terjadi pergerakan signifikan. Doi ngebidai pake buku dan kain kain untuk bidai sederhana. Selagi menunggu mobil yang bisa mengangkut gue ke RS, gue dipindah ke masjid terdekat agar tidak kepanasan.
Tak lama setelah gue ditaruh di masjid, mobil pick up bak terbuka datang. Gue dibopong, dengan posisi badan yang dimiringkan ke para pembopong. Gue diletakkan di bak pick up, lalu mobil bergerak menuju Rumah Sakit terdekat. Satriyo dan Ardin ikut di pick up, yang lain ngurusin motor dan barang2 gue.
Rumah Sakit erdekat dari lokasi itu terasa sangaaaaaaat jauh. Ternyata, RS nya ada di beda kota. Perlu rumah sakit besar, yang kemungkinan dokter tulangnya ada. Udah jauh, pick up nya kan kebuka, ya matahari langsung nyengat badan gue gitu :” Si Ardin sama Satriyo langsung nutupin pake jaket2 temen2.
Dan pas nyampe rumah sakit (pertama)……….


Bersambung ke #2